Published, 1 Juni 2023
Jumat lalu di halaman sebuah masjid daerah Kotabaru, Yogyakarta, saya dengar teriakan pedagang asal Surabaya ini. Orang berkerumun karena rupanya di lapak tikar pedagang tidak lagi terhampar pengasah pisau dan alat-alat rumah tangga seperti pekan-pekan Jumatan sebelumnya. Ia kini berjualan lampu LED, light emitting diode, puluhan dus dengan tiga tingkatan watt. Harganya Rp40.000 per unit dibubuhi diskon menjadi Rp100.000 per tiga lampu. Tidak sampai lima belas menit, dagangannya sudah habis separuh. Lampu LED-biru hasil pengembangan Shoji Nakamura, Hiroshi Amano, dan Isamu Akasaki. (io9.com)
Saya lantas teringat berita Kompas.com, 23 Oktober lalu Wali Kota Tri Rismaharini memerintahkan penggantian semua bola lampu di semua gedung lingkungan Pemerintah Kota Surabaya dengan LED, demi penghematan energi. Langkah visioner yang mungkin pertama ditempuh pemkot di Indonesia. Risma menjelaskan setelah sebelumnya diterapkan di gedung Balai Kota, dengan anggaran penggantian seluruh bola lampu hanya Rp30 juta, Balai Kota terbukti mengurangi biaya listriknya hingga 10% setiap bulan. Dengan visi ‘Ecocity’ yang Risma usung, sang wali kota menyebut “ke depannya [lampu LED] nanti juga akan diterapkan di semua lampu penerangan jalan.”
Benarkan lampu LED bisa jadi masa depan lampu harian di Indonesia?
Meski sejarah LED sudah dimulai sejak 1960-an, tapi penggunaan LED sebagai lampu hemat energi multiguna baru dikembangkan pada 1994, saat fisikawan elektronik Jepang Shuji Nakamura mengupayakan alternatif untuk lampu pijar 60 watt yang terkenal mudah panas dan berisiko kelistrikan tinggi.
Sejak penemuan LED-biru hasil kerja Nakamura (yang baru-baru ini mengantarnya meraih Hadiah Nobel Fisika bersama kolega Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano), dunia menggunakan lampu LED di semakin banyak platform, mekanika, dan industri. Pada 2008, perusahaan produsen bola lampu Philips Lighting memutuskan menghentikan pengembangan kawat pijarnya dan berfokus meriset, memproduksi lampu-lampu LED, yang disebut-sebut sebagai “Lampu Abad Ke-21”. Philips pula yang pertama kali memopulerkan kepentingan penggunaan LED di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam pernyataan tersebut, AMA merekomendasikan agar pencahayaan outdoor di malam hari, terutama lampu jalan, harus memiliki color temperature (CT) atau temperatur warna tidak lebih dari 3.000 Kelvin (K). CT cahaya adalah ukuran isi spektral cahaya dari sumber, berapa banyak biru, hijau, kuning, dan merah yang ada di dalamnya. Rating CT yang lebih tinggi biasanya berarti cahaya mengandung lebih banyak konten biru, yang membuat cahaya tampak lebih putih.
Skema komponen kerja lampu LED-biru. (Johan Jamestad/Royal Swedish Academy of Sciences)
Copyright 2023 All Right Reserved By PT. Wahana Lentera Abadi